Semuanya terasa gelap. Lalu
perlahan-lahan seberkas cahaya
muncul yang entah
dari mana asalnya. Cahaya itu
kian membesar dan
membulat seperti bola
kristal yang sangat
besar dan panas. Cahayanya seolah
menyingkap tirai-tirai gelap yang
menyelimutiku. Perlahan bola kristal
bercahaya mendekatiku,
mungkin hanya sejengkal
jari tangan dari
kepalaku. Aku tersadar bahwa
aku tak sendiri di situ.Ada
ribuan bukan bahkan
jutaan manusia berkumpul
disitu.Dan yang baru aku sadari
pula mereka semua dalam kondisi
telanjang begitu jua denganku. Wajah mereka menatap ke angkasa dengan tegang
seolah-olah akan jatuh sesuatu dari langit.Sama sekali tak menghiraukan jika
kondisi mereka dalam keadaan telanjang bulat.Ada apa ini.Tempat macam apa
ini.Dan bola cahaya apa itu.Kenapa cahayanya panas sekali.Apa itu matahari.
Rasa takut mulai menjalari tubuhku.Mungkinkah ini...
Sejurus aku memandang tiba-tiba langit terbelah lalu muncul beribu-ribu
makhluk bersayap beterbangan darinya. Wajah dan tubuh mereka bercahaya
menyilaukan. Semerbak bau harum menyeruak dari tiap kepakan sayap makhluk itu.
Sungguh jika makhluk-makhluk itu merentangkan sayap-sayapnya maka akan memenuhi
antara langit dan bumi. Makhluk-makhluk itu berbaris mengelilingi seluruh
manusia disitu. Semakin kebelakang barisannya maka semakin berlipat dari jumlah
baris depannya. Makhluk apakah itu.Mungkinkah itu...
Rasa takutku kian menjadi tatkala terdengar suara bergema dengan nyaring
yang entah siapa gerangan yang berbicara. Suaranya sekeras halilintar. Mataku
terus memandang ke segala penjuru berharap menemukan sosok yang tengah bicara
itu. Namun tiba-tiba seberkas cahaya kembali muncul dihadapanku. Cahaya itu
seolah bertransformasi menjadi sesosok berparas tampan dan baunya tak kalah
harumnya dengan sosok bersayap tadi. Belum pernah aku bertemu sosok setampan
dia. Rasa takutku semakin dan semakin menjadi
ketika sosok itu perlahan mendekatiku lalu tersenyum padaku.
“Inilah Padang Mahsyar tempat dimana seluruh umat dikumpulkan untuk
menentukan apakah mereka masuk surga atau neraka”.
“dan berbaris-baris sosok bersayap itu tak lain dan tak bukan adalah para
malaikat-Nya yang senantiasa taat dan patuh kepada-Nya. Mereka akan menghadang
tiap manusia yang bertindak bodoh untuk bisa kabur dari sini. Sungguh suatu
kemahamustahilan.”
Seketetika badanku lemas. Bagaimana ia bisa tau semua pertanyaanku. Suara
yang tadi bergema kini kembali bergema dengan lantangnya. Aku tersadar inilah
hari penentuan seperti yang dijanjikan oleh Allah. Ya Allah bagaimana ini.
Sudah siapkah aku. Apakah semua amalku sudah cukup untuk mengganti surga-Mu ya
Allah. Kupandang tiap sosok disampingku, berharap bisa mendapat perlindungan
dari orang yang aku kenal. Tapi semuanya terasa mustahil. Kini semuanya tengah
memandang ke angkasa dengan tegang menanti keputusan yang akan menentukan
segalanya. Kuingat-ingat seluruh amalku sewaktu di dunia mungkinkah aku
tergolong calon-calon penghuni surga...atau sebaliknya..
Suara itu kembali bergema, menggetarkan setiap syaraf di tubuhku.
“Kini akan dibacakan daftar nama-nama penghuni surga yang akan menemani
Rasulullah SAW”
Dadaku bergetar ada sedikit keyakinan bahwa namaku akan termaktub di
daftar tersebut. Mengingat banyaknya infak, sedekah, puasa, sholat yang aku
kerjakan sewaktu di dunia dulu. Apalagi dulu aku dikenal sebagai seorang
ustadz.
Satu per satu nama itu pun mulai dibacakan. Dan yang pertama masuk surga tentulah
Sang Baginda Rasulullah SAW seperti janji-Nya bahwa tak kan ada satu pun jiwa
yang masuk surga sebelum Muhammad SAW. Lalu dilanjutkan para nabi dan para
pemeluk Islam yang pertama. Kulihat Fatimah az Zahra putri kesayangan baginda
Rasulullah SAW sebagai wanita pertama yang masuk ke surga dengan senyumnya yang
menawan. Lalu dilanjutkan para isteri nabi lainnya.
Kini giliran para muadzin yang dipersilakan masuk. Kulihat Bilal bin
Rabbah masuk dengan takzim diikuti para muadzin lainnya dari seluruh penjuru
dunia.. Setelah itu para syahid dan syahidah. Ya Allah kapan namaku akan Kau
panggil. Rasa takut mulai meresahkan ku kembali apakah aku nantinya akan masuk
surga atau neraka. Sengat matahari kian memanas merangsang glandula sudorifera
lebih banyak mengekresikan keringat. Ku lihat seseorang yang peluhnya membanjir
hingga lehernya. Tapi anehnya keringat itu hanya membanjiri dirinya saja.
Disebelahnya ada seseorang yang wajahnya aneh. Disisi mulutnya muncul sepasang
cula dan hidungnya menyerupai babi. Ada pula yang lehernya di kalungkan rantai
merah membara seperti besi yang baru ditempa. Rantai itu melilit leher si
empunya hingga melepuh. Ya Allah bagaimana ini denganku. Seluruh badanku
menggigil aku yakin namaku ada dalam daftar tersebut. Tapi jika tidak. Ya Allah
aku tak siap di neraka-Mu ya Allah, aku tak siap jika lidahku dipotong badanku disiram
dengan timah panas. Bahkan aku tak siap jika harus menginjak kerikil neraka-Mu
yang bisa mendidihkan otakku.
Kulihat antrean semakin panjang. Mereka berbondong-bondong masuk melalui
pintu Ar-Royyan*. Betapa bahagianya mereka. Mereka akan segera mencium segarnya
aroma sungai susu dan madu di surga. Dari serangkaian panjangnya antrean itu
masya Allah bukankah pengemis yang dulu sering mengetuk-etuk pintu rumahku dan
selalu mendapat kata “maaf” dari mulutku. Bagaimana ia bisa mendahuluiku masuk
surga padahal aku seorang ustadz. Ya Allah bagaimana ini denganku. Tiba-tiba
sosok tampan yang berada di sampingku tadi kembali bicara.
“Merekalah Sang Juru ikhlas. Mereka senantiasa ikhlas dan tidak pernah
merasa sakit hati atau pun mendendam meski sering kau tolak. Bahkan mereka
sering mendoakanmu agar engkau selalu dirahmati dan dilancarkan rezekimu.”Dalam
hati aku beristighfar.
Kupandangi lagi barisan antrean itu dan subhahanallah bukankah itu
anak-anak yatim samping rumahku yang tiap malam menjerit kelaparan sementara
sering kubuang makanan yang tak habis kumakan. Mereka mendahuluiku masuk
surga...Astaghfirullah. Dan itu si Tono anak pemulung belakang rumahku yang
senantiasa ikut pengajian yang sering aku pimpin. Subhahanallah ia juga
mendahuluiku masuk surga. Bagaimana denganku Ya Allah. Sosok yang berdiri di
sampingku tadi menoleh kepadaku lalu menyungging senyum.
“Merekalah anak-anak yang diijabah doanya oleh Allah yang senantiasa
sabar akan keadaan mereka. Dan dialah anak yang berbakti pada orang tuanya yang
selalu mendoakan orang tuanya siang dan malam. Dimata-Nya mereka lebih pantas
masuk surga lebih dulu daripada dirimu” Aku ingin menangis mendengarkan
penuturan sosok itu.Ingin rasanya aku mengulang masa lalu dan memperbaiki apa
yang telah aku perbuat. Lalu apa balasan untuk amal yang aku kerjakan selama
ini ya Allah. Aku bersedekah, puasa sunah dan wajib, sholat malam pun tak aku
tinggalkan bahkan aku berhaji dua kali.
Lalu berturut-turut lewat di depanku si Paimin tukang bakso depan
kantorku yang tak pernah lulus SD. Ia pernah cerita bahwa sebagian besar hasil
jualannya ia kirimkan kepada ibunya di kampung untuk membiayai sekolah
adik-adiknya. Dan kini ketiga adiknya telah lulus S2 bahkan si bungsu jadi
dokter spesialis bedah di RSCM. Dia rela berpuasa asal ibu dan adik-adiknya di
kampung tidak kelaparan. Sosok di sampingku kembali berbicara.
“Paimin yang tukang bakso itu lebih baik di mata Allah. Ia bekerja untuk
kebahagiaan orang lain dan keluarganya,” sementara aku? Semua hasil keringatku
hanya untuk diriku sendiri. Astaghfirullahal’adzim.
Dan itu murid-murid ngajiku, mereka mendahuluiku pula masuk surga dan itu
para jemaah masjid yang sering aku imami.
‘Mereka belajar darimu lalu mereka amalkan dalam keseharian mereka.
Sedangkan kau lebih banyak berbicara daripada mendengarkan. Padahal lebih
banyak yang bisa dipelajari dari mendengar daripada berbicara.” Air mataku tak
bisa ku tahan lagi. Berulang kali beristighfar. Ya Allah akan kau tempatkan
dimana orang macam hamba ini. Air mataku berlinang kulihat orang yang peluhnya
banjir tadi sekarang peluhnya telah menenggelamkannya. Ya Allah ampuni hamba.
Sesungguhnya hamba adalah orang yang dholim terhadap diri hamba sendiri.
“Ibadahmu bukan semata karna Allah tetapi semata untuk kepentinganmu
untuk mendapatkan surga. Sedekahmu hanya sebatas untuk memperjelas status
sosialmu di balik itu semua engkau masih mengharapkan penghargaan dari orang
lain. Dan syiar yang engkau sampaikan hanya berbekas pada jamaahmu tidak
untukmu” sosok itu kembali bicara.
Tubuhku bergetar hebat mendengarnya. Tono, Parman, pengemis itu, para
jemaah masjid mereka semua mendahuluiki masuk surga. Padahal sebelumnya aku
selalu menganggap aku lebih baik dari mereka dan surga lebih pantas untukku
atas apa yang telah aku kerjakan dan semua amalku. Tapi ternyata aku tak lebih
taat dari mereka dan tak lebih ikhlas dalam beramal dari mereka, sehingga aku
tak lebih dulu masuk surga-Nya. Astaghfirullahal’adzim. Semuanya terasa gelap
kembali. Kulihat baling-baling kipas berputar searah jarum jam di langit-langit
kamarku. Di sampingnya tertera tulisan “SUDAHKAH KAU SHOLAT?”
Alhamdulillah Allah SWT masih bersedia menasehatiku melalui mimpi malam
ini. Segera kuambil air wudhu lalu ke masjid untuk sholat subuh.
*Ar-Royyan merupakan salah satu nama pintu surga.
Jakarta, 03
Februari 2012
13.30 – 15.30
Rohmad Joni
Pranoto (seorang hamba Allah yang penuh dosa dan berusaha mencari Rahmat-Nya)
085771359733
Persembahan
istimewa untuk bapak M.Akbar Kurtubi Amraj, S.PdI
No comments:
Post a Comment