Wednesday, October 03, 2012

Sebuah Renungan Sederhana


Semuanya  terasa  gelap. Lalu  perlahan-lahan  seberkas  cahaya  muncul  yang  entah  dari  mana  asalnya. Cahaya  itu  kian  membesar  dan  membulat  seperti  bola  kristal  yang  sangat  besar  dan  panas. Cahayanya  seolah  menyingkap  tirai-tirai  gelap  yang  menyelimutiku. Perlahan  bola  kristal  bercahaya  mendekatiku, mungkin  hanya  sejengkal  jari  tangan  dari  kepalaku. Aku  tersadar  bahwa  aku  tak sendiri  di situ.Ada  ribuan  bukan  bahkan  jutaan  manusia  berkumpul  disitu.Dan yang  baru aku  sadari  pula mereka  semua dalam kondisi telanjang begitu jua denganku. Wajah mereka menatap ke angkasa dengan tegang seolah-olah akan jatuh sesuatu dari langit.Sama sekali tak menghiraukan jika kondisi mereka dalam keadaan telanjang bulat.Ada apa ini.Tempat macam apa ini.Dan bola cahaya apa itu.Kenapa cahayanya panas sekali.Apa itu matahari. Rasa takut mulai menjalari tubuhku.Mungkinkah ini...
Sejurus aku memandang tiba-tiba langit terbelah lalu muncul beribu-ribu makhluk bersayap beterbangan darinya. Wajah dan tubuh mereka bercahaya menyilaukan. Semerbak bau harum menyeruak dari tiap kepakan sayap makhluk itu. Sungguh jika makhluk-makhluk itu merentangkan sayap-sayapnya maka akan memenuhi antara langit dan bumi. Makhluk-makhluk itu berbaris mengelilingi seluruh manusia disitu. Semakin kebelakang barisannya maka semakin berlipat dari jumlah baris depannya. Makhluk apakah itu.Mungkinkah itu...
Rasa takutku kian menjadi tatkala terdengar suara bergema dengan nyaring yang entah siapa gerangan yang berbicara. Suaranya sekeras halilintar. Mataku terus memandang ke segala penjuru berharap menemukan sosok yang tengah bicara itu. Namun tiba-tiba seberkas cahaya kembali muncul dihadapanku. Cahaya itu seolah bertransformasi menjadi sesosok berparas tampan dan baunya tak kalah harumnya dengan sosok bersayap tadi. Belum pernah aku bertemu sosok setampan dia. Rasa takutku semakin dan semakin menjadi  ketika sosok itu perlahan mendekatiku lalu tersenyum padaku.
“Inilah Padang Mahsyar tempat dimana seluruh umat dikumpulkan untuk menentukan apakah mereka masuk surga atau neraka”.
“dan berbaris-baris sosok bersayap itu tak lain dan tak bukan adalah para malaikat-Nya yang senantiasa taat dan patuh kepada-Nya. Mereka akan menghadang tiap manusia yang bertindak bodoh untuk bisa kabur dari sini. Sungguh suatu kemahamustahilan.”
Seketetika badanku lemas. Bagaimana ia bisa tau semua pertanyaanku. Suara yang tadi bergema kini kembali bergema dengan lantangnya. Aku tersadar inilah hari penentuan seperti yang dijanjikan oleh Allah. Ya Allah bagaimana ini. Sudah siapkah aku. Apakah semua amalku sudah cukup untuk mengganti surga-Mu ya Allah. Kupandang tiap sosok disampingku, berharap bisa mendapat perlindungan dari orang yang aku kenal. Tapi semuanya terasa mustahil. Kini semuanya tengah memandang ke angkasa dengan tegang menanti keputusan yang akan menentukan segalanya. Kuingat-ingat seluruh amalku sewaktu di dunia mungkinkah aku tergolong calon-calon penghuni surga...atau sebaliknya..
Suara itu kembali bergema, menggetarkan setiap syaraf di tubuhku.
“Kini akan dibacakan daftar nama-nama penghuni surga yang akan menemani Rasulullah SAW”
Dadaku bergetar ada sedikit keyakinan bahwa namaku akan termaktub di daftar tersebut. Mengingat banyaknya infak, sedekah, puasa, sholat yang aku kerjakan sewaktu di dunia dulu. Apalagi dulu aku dikenal sebagai seorang ustadz.
Satu per satu nama itu pun mulai dibacakan. Dan yang pertama masuk surga tentulah Sang Baginda Rasulullah SAW seperti janji-Nya bahwa tak kan ada satu pun jiwa yang masuk surga sebelum Muhammad SAW. Lalu dilanjutkan para nabi dan para pemeluk Islam yang pertama. Kulihat Fatimah az Zahra putri kesayangan baginda Rasulullah SAW sebagai wanita pertama yang masuk ke surga dengan senyumnya yang menawan. Lalu dilanjutkan para isteri nabi lainnya.
Kini giliran para muadzin yang dipersilakan masuk. Kulihat Bilal bin Rabbah masuk dengan takzim diikuti para muadzin lainnya dari seluruh penjuru dunia.. Setelah itu para syahid dan syahidah. Ya Allah kapan namaku akan Kau panggil. Rasa takut mulai meresahkan ku kembali apakah aku nantinya akan masuk surga atau neraka. Sengat matahari kian memanas merangsang glandula sudorifera lebih banyak mengekresikan keringat. Ku lihat seseorang yang peluhnya membanjir hingga lehernya. Tapi anehnya keringat itu hanya membanjiri dirinya saja. Disebelahnya ada seseorang yang wajahnya aneh. Disisi mulutnya muncul sepasang cula dan hidungnya menyerupai babi. Ada pula yang lehernya di kalungkan rantai merah membara seperti besi yang baru ditempa. Rantai itu melilit leher si empunya hingga melepuh. Ya Allah bagaimana ini denganku. Seluruh badanku menggigil aku yakin namaku ada dalam daftar tersebut. Tapi jika tidak. Ya Allah aku tak siap di neraka-Mu ya Allah, aku tak siap jika lidahku dipotong badanku disiram dengan timah panas. Bahkan aku tak siap jika harus menginjak kerikil neraka-Mu yang bisa mendidihkan otakku.
Kulihat antrean semakin panjang. Mereka berbondong-bondong masuk melalui pintu Ar-Royyan*. Betapa bahagianya mereka. Mereka akan segera mencium segarnya aroma sungai susu dan madu di surga. Dari serangkaian panjangnya antrean itu masya Allah bukankah pengemis yang dulu sering mengetuk-etuk pintu rumahku dan selalu mendapat kata “maaf” dari mulutku. Bagaimana ia bisa mendahuluiku masuk surga padahal aku seorang ustadz. Ya Allah bagaimana ini denganku. Tiba-tiba sosok tampan yang berada di sampingku tadi kembali bicara.
“Merekalah Sang Juru ikhlas. Mereka senantiasa ikhlas dan tidak pernah merasa sakit hati atau pun mendendam meski sering kau tolak. Bahkan mereka sering mendoakanmu agar engkau selalu dirahmati dan dilancarkan rezekimu.”Dalam hati aku beristighfar.
Kupandangi lagi barisan antrean itu dan subhahanallah bukankah itu anak-anak yatim samping rumahku yang tiap malam menjerit kelaparan sementara sering kubuang makanan yang tak habis kumakan. Mereka mendahuluiku masuk surga...Astaghfirullah. Dan itu si Tono anak pemulung belakang rumahku yang senantiasa ikut pengajian yang sering aku pimpin. Subhahanallah ia juga mendahuluiku masuk surga. Bagaimana denganku Ya Allah. Sosok yang berdiri di sampingku tadi menoleh kepadaku lalu menyungging senyum.
“Merekalah anak-anak yang diijabah doanya oleh Allah yang senantiasa sabar akan keadaan mereka. Dan dialah anak yang berbakti pada orang tuanya yang selalu mendoakan orang tuanya siang dan malam. Dimata-Nya mereka lebih pantas masuk surga lebih dulu daripada dirimu” Aku ingin menangis mendengarkan penuturan sosok itu.Ingin rasanya aku mengulang masa lalu dan memperbaiki apa yang telah aku perbuat. Lalu apa balasan untuk amal yang aku kerjakan selama ini ya Allah. Aku bersedekah, puasa sunah dan wajib, sholat malam pun tak aku tinggalkan bahkan aku berhaji dua kali.
Lalu berturut-turut lewat di depanku si Paimin tukang bakso depan kantorku yang tak pernah lulus SD. Ia pernah cerita bahwa sebagian besar hasil jualannya ia kirimkan kepada ibunya di kampung untuk membiayai sekolah adik-adiknya. Dan kini ketiga adiknya telah lulus S2 bahkan si bungsu jadi dokter spesialis bedah di RSCM. Dia rela berpuasa asal ibu dan adik-adiknya di kampung tidak kelaparan. Sosok di sampingku kembali berbicara.
“Paimin yang tukang bakso itu lebih baik di mata Allah. Ia bekerja untuk kebahagiaan orang lain dan keluarganya,” sementara aku? Semua hasil keringatku hanya untuk diriku sendiri. Astaghfirullahal’adzim.
Dan itu murid-murid ngajiku, mereka mendahuluiku pula masuk surga dan itu para jemaah masjid yang sering aku imami.
‘Mereka belajar darimu lalu mereka amalkan dalam keseharian mereka. Sedangkan kau lebih banyak berbicara daripada mendengarkan. Padahal lebih banyak yang bisa dipelajari dari mendengar daripada berbicara.” Air mataku tak bisa ku tahan lagi. Berulang kali beristighfar. Ya Allah akan kau tempatkan dimana orang macam hamba ini. Air mataku berlinang kulihat orang yang peluhnya banjir tadi sekarang peluhnya telah menenggelamkannya. Ya Allah ampuni hamba. Sesungguhnya hamba adalah orang yang dholim terhadap diri hamba sendiri.
“Ibadahmu bukan semata karna Allah tetapi semata untuk kepentinganmu untuk mendapatkan surga. Sedekahmu hanya sebatas untuk memperjelas status sosialmu di balik itu semua engkau masih mengharapkan penghargaan dari orang lain. Dan syiar yang engkau sampaikan hanya berbekas pada jamaahmu tidak untukmu” sosok itu kembali bicara.
Tubuhku bergetar hebat mendengarnya. Tono, Parman, pengemis itu, para jemaah masjid mereka semua mendahuluiki masuk surga. Padahal sebelumnya aku selalu menganggap aku lebih baik dari mereka dan surga lebih pantas untukku atas apa yang telah aku kerjakan dan semua amalku. Tapi ternyata aku tak lebih taat dari mereka dan tak lebih ikhlas dalam beramal dari mereka, sehingga aku tak lebih dulu masuk surga-Nya. Astaghfirullahal’adzim. Semuanya terasa gelap kembali. Kulihat baling-baling kipas berputar searah jarum jam di langit-langit kamarku. Di sampingnya tertera tulisan “SUDAHKAH KAU SHOLAT?”
Alhamdulillah Allah SWT masih bersedia menasehatiku melalui mimpi malam ini. Segera kuambil air wudhu lalu ke masjid untuk sholat subuh.
*Ar-Royyan merupakan salah satu nama pintu surga.


Jakarta, 03 Februari 2012
13.30 – 15.30
Rohmad Joni Pranoto (seorang hamba Allah yang penuh dosa dan berusaha mencari Rahmat-Nya)
085771359733
Persembahan istimewa untuk bapak M.Akbar Kurtubi Amraj, S.PdI

No comments:

Post a Comment